Kamis, 14 Agustus 2014

terompog

TEROMPONG BERUK

Ketika melintasi daerah perbukitan menuju Dusun Bangle Desa Bunutan Kec. Abang Kab. Karangasem, Bali sayup-sayup mengalun suara gamelan yang sangat khas dan unik. Ketika sumber suara gamelan itu didekati, tampaklah sejumlah anak riang gembira belajar menabuh alat-alat musik berbentuk aneh.
“Ini gamelan Terompong Beruk,” ujar seorang lelaki paruh baya yang bernama I Nengah Suparwata alias Pak Wati. Pak Wati adalah pelatih Terompong Beruk yang hanya satu-satunya ada di Bali, yakni di Dusun Bangle, Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Karangasem, Bali. Bangle terletak di sebelah utara Pura Lempuyang Luhur, di perbukitan dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, dimana pemukiman penduduk berada pada kemiringan 37 derajat.
Terompong Beruk merupakan alat musik tradisional yang sangat sederhana. Gamelan langka dan unik itu menggunakan bilah-bilah besi, berbeda dengan terompong pada gamelan gong yang menggunakan perunggu. Ciri khas Terompong Beruk terletak pada alat resonansi suaranya yang menggunakan beruk (batok kelapa). Besar kecil beruk diatur dan disesuaikan dengan nada bilah-bilah  besi atasnya untuk memunculkan nada suara yang berbeda-beda. Karena menggunakan sumber gema dari beruk (batok kelapa) itulah gamelan ini dinamai Terompong Beruk. Hal ini berbeda dengan terompong perunggu pada gamelan gong kebyar yang umumnya berbentuk bulat dan terdapat benjolan di tengah-tengahnya.
Satu barung atau satu set lengkap gamelan Terompong Beruk terdiri dari Terompong Beruk, Gangsa, Curing, Riong, Jublag, Kemplung, Kempil, dan sejumlah alat lainnya. Semua alat itu juga dibuat dari bilah-bilah besi yang resonansi suaranya berasal dari beruk. Sedangkan untuk Gong dibuat dari waluh (buah labu besar) yang telah dikeringkan. Untuk  menambah semarak suara gamelan, Terompong Beruk dilengkapi dengan Suling, Kendang, Cengceng, dan lain sebagainya. Namun kini Terompong Beruk telah diganti dengan bilah-bilah besi, meski sumber gemanya masih menggunakan beruk. Mungkin untuk mendapat suara yang lebih keras dan alunannya panjang.

Sejarah Terompong Beruk
Sejak kapan Terompong Beruk dikenal di Bangle? Belum ditemukan peninggalan tertulis (prasasti) yang menyebutkan sejarah kelahiran Terompong Beruk. Pak Wati (1955) sebagai pelatih Terompong Beruk pun tidak mengetahui sejarah keberadaan alat musik unik itu. “Saya kurang tahu sejak kapan Terompong Beruk ada di dusun kami. Menurut orang tua, itu warisan leluhur kami,” jelas Pak Warti. Bahkan Pak Sanu (1938), seorang pinisepuh Bangle, juga mengatakan tidak tahu kapan Terompong Beruk pertama kali dibuat. “Leluhur kami yang dulu membuatnya, kami hanya mewarisi apa yang ada sekarang,” kata Sanu.
Secara sekilas, kisah keberadaan Terompong Beruk bisa ditelusuri dari cerita para tokoh masyarakat dan pinisepuh Bangle. Cerita tersebut diwariskan secara turun temurun hingga generasi sekarang. Ida Made Giur Dipta, tokoh masyarakat dari Desa Culik yang pernah lama mengajar di sebuah SD di Bunutan, telah menyusun sekelumit sejarah kelahiran Terompong Beruk berdasarkan cerita pinesepuh Bangle.
Giur menuliskan bahwa keberadaan Terompong Beruk berkaitan dengan pembangunan Pura Pemaksan Bangle. Ketika pura selesai dibangun, digelarlah Upacara Dewa Yadnya, diantaranya Melaspas, Ngenteg Linggih, berlanjut Pujawali atau Piodalan. Pada saat melaksanakan upacara tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari pementasan tari sakral sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Namun tari tanpa gamelan belumlah sempurna. Kebetulan saat itu ada seorang warga Bangle memiliki sebuah Terompong Beruk yang dipakai hiburan di waktu senggang.
Terompong Beruk itu kemudian dilengkapi dengan suling, sejenis kendang (berupa dua ruas bambu yang dipukulkan di tanah), ricik atau cengceng dari besi bekas singkal dan kejen (alat membajak sawah). Dari alat-alat itu terbentuklah sebuah perangkat gamelan  yang masih sangat sederhana namun sangat bermakna dalam mengiringi pementasan tarian sakral pada saat itu.
Seusai upacara besar itu, para pinisepuh Bangle kemudian berembug dengan para prajuru Pura. Mereka mulai berpikir membuat seperangkat gamelan Terompong Beruk yang lebih lengkap dengan bahan-bahan yang ada di dusun mereka. Sebab mereka belum mampu membeli satu perangkat gamelan perunggu yang harganya sangat mahal.
Seperangkat gamelan Gong Beruk pun dibuat oleh warga Bangle. Terompong Beruk itu kemudian dilengkapi dengan Gangsa, Curing, Jublag, Jegog, yang semuanya dibuat dari bilah-bilah kayu lengkap dengan beruk sebagai resonansi suara dan nada. Sedangkan gongnya dibuat dari bilah bambu petung atau kayu lekukun, sedangkan pelawahnya dibuat dari waluh (labu besar) agar menghasilkan suara yang mengalun panjang. Cengcengnya dibuat dari besi bekas singkal dan kejen (alat membajak tradisional).
Menurut Pak Wati, ada beberapa tabuh atau gending yang sering dimainkan dengan menggunakan perangkat Gong Beruk. Nama-nama tabuhnya juga khas dan unik, seperti: Tabuh Gelagah Manis, Tabuh Nem Cenik, Tabuh Nem Gede, Tabuh Kutus Cenik, Tabuh Kutus Gede. Jenis-jenis tari yang sering diiringi dengan Gong Beruk adalah Tari Pendet, Gandrung, Legong Sambeh Bintang, Rejang Lilit, dan Igel Desa. Gong Beruk itu selalu dipakai untuk mengiringi tari-tarian saat piodalan atau Pujawali di Pura Pemaksan Bangle yang berlangsung bertepatan dengan purnamaning Sasih Ketiga.

Melestarikan Warisan Leluhur
Pada mulanya tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan Gong Beruk, hanya dikenal di sekitar Dusun Bangle. Bahkan dusun-dusun di sekitar Bangle pun tidak mengetahui atau mengenal gamelan unik itu. Terompong Beruk mulai dikenal masyarakat luas pada tahun 1979. Saat itu Sekaa (Grup) Terompong Beruk Bangle mewakili Kabupaten Karangasem tampil untuk pertama kalinya dalam Pesta Kesenian Bali di Denpasar.
Keberadaan Terompong Beruk di Bangle tentu membuat bangga warga Bangle karena alat musik itu hanya ada di wilayah mereka. Hal itu diakui oleh Kelian Adat Banjar Bangle, I Nyoman Panda. “Kami bangga mewarisi alat gamelan unik yang hanya ada di Bangle. Kami terus mendorong anak-anak belajar menabuh Terompong Beruk untuk melanjutkan warisan leluhur kami,” ujar Panda.
Sampai saat ini ada sekitar 30-an anak-anak dari Bangle yang ikut pelatihan menabuh Terompong Beruk. Anak-anak tersebut sangat antusias mengikuti pelatihan. Seorang peserta, I Wayan Putu, mengatakan ikut pelatihan Terompong Beruk untuk melestarikan kesenian tersebut. Hal itu ditegaskan oleh I Wayan Suastama dan I Ketut Subawa yang sama-sama ingin memajukan dusunnya dengan tekun berlatih Terompong Beruk. “Kami ingin melestarikan warisan leluhur,” ujar Suastama.


Sumber:
December 16, 2008  oleh: Wayan Sunarta


sunset


Sejuta Keindahan Sunset dan Sunrise

Bicara tentang tempat wisata, Bali merupakan tempat yang paling popular untuk dikunjungi oleh para wisatawan lokal hingga mancanegara. Mulai dari panorama keindahan pantainya, bukit-bukit atau pegunungan, hingga sunset dan sunrise tidak kalah keren untuk dikunjungi terutama yang ingin memanjakan mata untuk keindahan langit yang satu ini.
Sunset dan sunrise memang selalu menarik dan selalu dinanti-nanti dikalangan para wisatawan. Mereka tidak pernah bosan menunggu hingga berjam-jam demi menyaksikan terbit atau tenggelamnya sang surya di pagi dan sore hari, disertai dengan keindahan langit yang merona dengan warna-warni yang terpancar dengan sejuta keindahan alam. Maka, tak heran sunset dan sunrise sudah banyak melahirkan penggemar dari kalangan penyair, hingga fotografer yang berburu memotret keindahan alam ini. Sebagian besar orang menikmati keindahan sunset maupun sunrise dipinggir pantai, gimana ya kalau kita menikmati keindahan sunset maupun sunrise diantara bukit dan keindahan pantai…???
Yups, Desa Bunutan merupakan desa yang terletak di Kecamatan Abang Karangasem, tempat ini merupakan salah satu tempat yang  wajib untuk dikunjungi oleh para wisatawan, terutama yang ingin memanjakan mata dengan keindahan warna-warni langit.
Berbeda dari tempat wisata lain pada umumnya, keindahan sunset maupun sunrise di Bunutan tidak hanya biasa kita nikmati dengan keindahan pantainya saja, karna letak Desa Bunutan berada di antara  perbukitan. Jadi disini kita bisa memanjakan diri kita dengan tiga keindahan sekaligus dengan udara yang segar dan menyenangkan. Sangat cocok untuk dikunjungi bersama keluarga, kerabat, maupun orang-orang tercinta. Kalian tidak perlu hawatir, disini juga terdapat banyak penginapan dengan sejuta keindahan.

“Sampai jumpa di sejuta keindahan Desa Bunutan Sobat….”

lipah


Harta terkubur Pantai Lipah di Bunutan Karangasem

Kawasan Bali Timur atau wilayah Kabupaten Karangasem kecamatan Abang Desa Bunutan, ternyata memiliki banyak tempat-tempat menarik dan tersembunyi, belum banyak wisatawan yang mengetahui keberadaannya, sehingga menjadi tempat yang jarang dikunjungi, misalnya salah satu pantainya yang tergolong indah yaitu pantai Lipah mempunyai karakter keindahan bawah laut yang sama dengan tetangganya yaitu pantai Amed dan Tulamben, pantai ini memiliki keindahan bawah laut yang tersembunyi, biota dan karang laut masih terjaga keasriannya dan alami. Di kedalaman laut ini terdapat bangkai kapal Jepang (Japanese Wreck) saat perang dunia ke II, kapal barang milik Jepang ini yang mensuplai kebutuhan bagi tentara Jepang ditembak oleh Belanda dan sekutunya sehingga karam. Sekarang objek wisata pantai Lipah mulai banyak dikunjungi wisatawan, terutama wisatawan asing dengan tujuan bersantai di tempat yang tenang dan menikmati keindahan bawah laut. Eksotisme ikan-ikan yang berenang itu, tentu saja menarik untuk dilihat. Tapi ingat, bangkai kapal adalah tujuan utama para wisatawan, Kita tinggal berenang lebih ke tengah dan amati baik-baik di bawah. Kita akan melihat kapal muat barang Jepang yang tenggelam.

Sekarang, bangkai kapal ini menjadi tempat hunian menarik dan tempat berkumpulnya ikan-ikan seperti ikan hantu, ikan karang, kepiting dan berbagai keindahan terumbu karang yang warna warni. Keberadaan Japanese Wreck ini hanya 10 meter dari bibir pantai Banyuning dengan kedalaman 5 meter, bagaimana tidak menarik lokasinya sangat terjangkau tidak harus bersusah payah ke tengah lautan, cocok bagi penyelam pemula ataupun profesional, bahkan dengan snorkling pun bisa dilakukan, keadaan air laut yang tenang ombak kecil dan tanpa arus, sehingga membuat tempat ini sangat cocok untuk kegiatan watersport. Waktu yang cocok untuk melakukan diving, snorkling pada saat pagi hari sekitar jam 09.00.

Pantai Lipah berbentuk teluk yang menjorok ke daratan, pantainya tidak berpasir melainkan terdiri dari batu-batu sungai, banyak terdapat perahu-perahu tradisional (jukung) yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan, jika hobby memancing di sini juga tempatnya, dapat menyewa perahu nelayan dan mengantar ke tempat berkumpulnya ikan. Pantai Lipah terletak di dusun Lipah, Bunutan, Kec. Abang, Kabupaten Karangasem, Bali. Dari Bandara bisa ditempuh 2.5-3 jam perjalanan. Untuk penunjang sarana pariwisata, disediakan parkir yang cukup luas, cafe yang juga menyediakan alat-alat untuk diving dan snorkling.

Sumber:
Jl. Raya Bunutan, Amed, Abang, Bali 80852, Indonesia

http://wisata.balitoursclub.com/pantai-lipah-di-bunutan-karangasem

SAWAH

Eksotika Bukit dan Sawah Bangle
Tempat wisata Desa Bunutan mungkin masih awam didengar oleh kalangan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, padahal Desa Bunutan memiliki keindahan yang tidak kalah dari desa wisata lainnya, tidak hanya keindahan pantai Desa Bunutan, keindahan eksotika bukit dan sawah juga dimiliki. Desa Bunutan yang terdiri dari 10 dusun yaitu dusun Bunutan, Dusun Lean, Dusun Banyuning, Dusun Kusambi, Dusun Aas, Dusun Sega, Dusun Batukeseni, Dusun Cangwang, Dusun Gulinten dan Dusun Bangle yang setiap dusun tersebut memiliki keunikan dan keindahannya masing-masing tak terkecuali Dusun Bangle.
Dusun Bangle sebenarnya lebih dikenal akan keunikan mata air panca rasa (yeh masem/air masam) yang konon dipercayai dapat mengobati penyakit, masyarakat Bali menyebutnya sebagai tamba atau obat. Dalam perjalanan menuju sumber air, kita akan diingatkan kembali ke dalam memori sekolah dasar tentang pandangan seorang anak kecil yang menggambarkan suatu pemandangan pedesaan yang asri yang biasanya dikelilingi gunung, sawah, aliran sungai dan pepohonan nan hijau dan menyejukkan. Hal tersebut bagaikan sebuah hayalan, namun ketika mendatangi dusun ini anggapan hayalan itu akan hilang, karena gambaran tersebut benar-benar ada di dusun ini.




Di sepanjang jalan Dusun Bangle kita akan melihat pemandangan alam yang sangat indah, tidak terasa kita sudah dikelilingi oleh dua buah bukit dikanan – kiri jalan, bukit yang hijau dan hamparan sawah dibawahnya seperti membentuk sebuah lukisan alam yang akan memanjakan mata dengan sebuah pemandangan yang jauh dari suasana perkotaan yang penuh dengan suara bising kendaraan serta aktivitas yang padat.
Wisata alam ini dapat menjadi suatu pilihan untuk melupakan sejenak aktivitas dan rutinitas yang melelahkan pikiran dan tenaga. Selain tidak memerlukan banyak biaya keberadaan wisata alam ini dapat mendekatkan wisatawan dengan keadaan di sekelilingnya, dengan suasana yang tenang, nyaman, sejuk  dan jauh dari keramaian kota dapat memberikan suatu kenikmatan tersendiri.


 So, come to join us in Dusun Bangle, Bunutan Village .….
Salam Enjoy J J



Artikel air asam



Yeh Masem (air masam)



Keberadaan lima mata air dengan empat rasa di perbukitan Banjar Bangle, Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, wilayah timur Bali, diminati wisatawan asing. Lokasi tersebut berada dibawah perbukitan gunung Lempuyang. Untuk mencapai lokasi mata airnya, warga maupun wisatawan yang hendak kesana harus berjalan kaki sejauh lebih kurang 3 km untuk mencapai lokasi mata air pertama. Selanjutnya, untuk mencapai mata air lainnya, pengunjung pun harus naik bukit lebih tinggi dengan kondisi tanahnya yang lumayan licin. Menurut keyakinan masyarakat setempat, air dengan rasa berbeda ini dipercaya mampu mengobati berbagai macam penyakit seperti mengobati kencing manis, kencing batu maupun penyakit lainnya. Tidaklah mengherankan jika mata air ini ramai dikunjungi warga yang memohon kesembuhan. Mereka kebanyakan berasal dari Buleleng, Ubud, Gianyar maupun daerah lainnya. Tidak jarang, warga maupun wisatawan sengaja datang hanya untuk mencicipi rasa airnya yang dinilai unik.

Dari lima mata air yang ada di Banjar Bangle, yang pertama menyembur dari lapisan tanah masam, yang airnya terasa seperti buah asam dan membuat mulut “keset”.
Mata air kedua berada di atasnya berjarak sekitar 500 meter, airnya diawali rasa sedikit asam kemudian menjadi pahit. Ketiga berada di atasnya lagi, airnya terasa manis.
Mata air ke empat memiliki dua rasa, yakni tawar dan asam. Untuk mata air kelima, rasanya asam seperti mata air pertama. Kelima mata air itu, ditemukan oleh warga setempat pada tahun 1980-an. Konon, kelima mata air itu memiliki hubungan erat dengan Pura Lempuyang yang berada di ujung timur Pulau Dewata. Keberadaan kelima mata air tersebut sangat disucikan oleh warga. Warga yang datang kesana juga tidak bisa sembarangan.
Biasanya, warga yang sedang kecuntaka (seperti datang bulan) tidak diperkenankan mengunjungi mata air tersebut. Setiap tahun tepatnya pada Purnama Ketiga (dalam perhitungan kalender Bali), kelima mata air tersebut diupacari oleh warga Banjar setempat. Dalam setiap upacara di pura-pura setempat, mata air tersebut juga menjadi tempat melasti (mesucian).

Diposkan oleh toede bona